Bekantan, Mangrove dan Laudato Si

Pelestarian bekantan di Kalimantan dan perlindungan habitat mangrove bukan hanya isu lingkungan lokal, tetapi merupakan panggilan moral yang sejalan dengan semangat Laudato Si’, ensiklik Paus Fransiskus tentang perawatan rumah bersama kita, Bumi. Dalam dokumen tersebut, Paus menekankan bahwa segala makhluk hidup memiliki nilai tersendiri di hadapan Allah, dan bahwa manusia memiliki tanggung jawab untuk melindungi dan merawat ciptaan, bukan mengeksploitasinya secara semena-mena.

Bekantan, si monyet berhidung panjang yang khas dan endemik Kalimantan, menjadi simbol dari keragaman hayati yang luar biasa di pulau tersebut. Ia hidup di antara hutan rawa dan mangrove, kawasan yang semakin terdesak oleh pembukaan lahan, perkebunan, dan pembangunan yang tidak berkelanjutan. Ketika bekantan kehilangan habitatnya, bukan hanya satu spesies yang terancam punah, tetapi seluruh rantai kehidupan di ekosistem itu menjadi terganggu.

Habitat mangrove di Kalimantan sendiri memiliki peran ekologis yang sangat penting. Akar-akar bakau yang kokoh menahan abrasi pantai, menyaring limbah, dan menjadi tempat berkembang biaknya ikan, udang, dan aneka biota laut lainnya. Mangrove juga menyimpan karbon dalam jumlah besar, sehingga berperan dalam mengurangi dampak perubahan iklim. Dalam perspektif Laudato Si’, mangrove adalah bagian dari rumah kita yang lebih besar, dan kerusakannya berarti kerusakan pula bagi kehidupan umat manusia, terutama masyarakat pesisir yang sangat bergantung pada keberlanjutan alam.

Paus Fransiskus mengajak kita untuk mendengarkan jeritan bumi dan jeritan kaum miskin secara bersamaan. Dalam konteks Kalimantan, ini berarti memperjuangkan pelestarian bekantan dan hutan mangrove sebagai bagian dari perjuangan melindungi masyarakat adat, nelayan tradisional, dan komunitas lokal yang hidup harmonis dengan alam. Ketika hutan dihancurkan demi keuntungan sesaat, mereka lah yang pertama merasakan akibatnya—banjir, hilangnya mata pencaharian, dan konflik sosial.

Maka, menjaga bekantan dan mangrove bukan semata tindakan konservasi, tetapi juga tindakan iman, tanggung jawab moral, dan ungkapan kasih terhadap sesama makhluk ciptaan. Ini adalah bagian dari pertobatan ekologis yang diundang oleh Laudato Si’, yakni perubahan cara pandang dan cara hidup agar lebih selaras dengan kehendak Allah atas dunia ini—sebuah dunia yang utuh, adil, dan berkelanjutan.

Salam sehat berlimpah berkat!

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top